Senin, 15 Agustus 2011

KISAH SITI MASHITOH SAHABAT NABI

Siti Masyitoh, tukang sisir putri Fir’aun. Mungkin teman-teman sudah pernah mendengar KISAHnya bukan? Yap betul, dialah Masyitoh, budak Fir’aun yang terkenal dengan pengorbanan agungnya. Drama Masyitoh ini hanya diperankan oleh 17 tokoh dengan latar yang sangat minim, tapi tidak mengurangi makna yang ingin dimunculkan secara langsung oleh penulis. Masyitoh menjadi lambang tauhid serta iman. Dalam mendirikan hak Alloh, ia bersedia mengorbankan dirinya sendiri. Namun, tafsiran umum yang selama ini berkembang terhadap kerelaan masyitoh berkorban ini umumnya terbatas pada kerelaan pengorbanan perseorangan yang bersifat agamawi dalam arti yang sempit. Padahal pengorbanan Masyitoh ini adalah suatu pengorbanan tanpa tawar-menawar lagi terhadap martabat manusia. Sungguh, nilai-nilai ini yang kita rasakan sudah semakin hilang, padahal masyarakat membutuhkan figur yang sanggup membuktikan pengorbanan logis bahwa Alloh lebih ia cintai daripada dirinya sendiri.

Alkisah, di suatu rumah di bumi Mesir, seorang wanita bernama Masyitoh yang sedang meninabobokan putri kecilnya diselimuti kegalauan. Ia lantas menceritakan kisahnya pada suami dan seorang pendeta bani israil. Jadi, ketika ia menyisir rambut putri Taia, putri kesayangan Firaun, sisir yang ia pegang terjatuh ke bumi. Tanpa sengaja Masyitoh berucap “Demi Alloh, celakalah Firaun”. Putri Taia kaget bukan kepalang mendengarnya dan dengan berapi-api ia memburu Masyitoh dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan keimanan. “Bukankah Firaun, ayahanda, adalah Tuhanmu? Ia Tuhan sekalian alam”, ucap Taia. Masyitoh menjawab dengan berani "Bukan, Allah lah Tuhan sekalian alam, Dia adalah Tuhanku dan juga Tuhan ayahanda tuan putri, Firaun." Seketika saja Taia marah dan melaporkannya pada Firaun. Masyitoh pulang dengan wajah gelisah. Setelah mendengarkan cerita Masyitoh, Oded, suami masyitoh, dan pendeta berusaha menenangkan Masyitoh, sembari menenangkan diri mereka sendiri. Sebab bukan tidak mungkin, akibat dari pernyataan Masyitoh tersebut maka bani israil akan dibantai oleh Firaun. Padahal kehidupan mereka saja, dalam rangka membangun istana piramid sudah sangat mengenaskan.

Nyatalah kerisauan yang selama ini dirasakan. Seorang pendeta Firaun ditemani anak buahnya mendatangi rumah Masyitoh dan menyeretnya menuju ke istana. Ia, suami, Siteri (putri pertama mereka berusia 10-12 thn) dan Itamar (bayi kecil mereka) dihadapkan langsung pada Firaun. Dengan sombong, Firaun memaksa Masyitoh sekeluarga untuk mengakui ketuhanannya. Bahkan ia menyatakan perang dengan Tuhan Masyitoh, Alloh, yang tiada di hadapannya. Tak pelak, hukuman cambuk pun terjadi, menyisakan gurat-gurat merah berdarah di punggung Oded dan Masyitoh. Subhanalloh, mereka tetap tegar bahkan semakin kuat ketauhidannya. Ternyata itu tidak cukup bagi Firaun dan antek-anteknya. Lantas Siteri yang masih kecil itu dijadikan tumbal agar orangtuanya menyerah. Ia dicambuk oleh algojo firaun tanpa ampun. Perasaan ibu mana yang tak luka ketika menyaksikan anaknya tersiksa? Namun masyitoh, di tengah terpaan badai berusaha menenangkan Siteri dengan nasihat-nasihat tauhidnya. ”Lecutan cemeti hanya bisa membekas pada tubuh, hanya bisa mengelupas kulit, mungkin melukainya, tetapi hati yang teguh beriman tidaklah akan dapat diubahnya”, begitu pesan lembut masyitoh.

Akhirnya penuhlah sudah wadah kesabaran Firaun, ia lantas memerintahkan algojo untuk memasukkan Masyitoh sekeluarga ke dalam wajan panas raksasa. Wajan itu diisi dengan timah mendidih. Timbul sebersit ragu dalam diri masyitoh, ia mulai memikirkan Siteri, Itamar dan Oded suaminya. Bayi Itamar yang sedari tadi menangis dengan keras tiba-tiba berhenti dan berkata lantang ”Ibu, Ayah, janganlah bimbang dan janganlah ragu. Sebab cairan timah tidaklah panas kendatipun mendidih. Yang panas hanya dalam sangkaan, takkan terasa oleh orang yang sudah tunggal rasa, erat berpaut tauhid dengan Alloh yang Maha Agung”. Firaun dan antek-anteknya kaget bukan kepalang. Bukan..bukan hanya kaget. Mereka takut..takut pada ”sesuatu” yang menurut mereka tiada, namun bisa membuat Masyitoh rela digodog dalam timah panas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar