BAHASA
JAWA PEKALONGAN
Bahasa Jawa Pekalongan atau Dialek Pekalongan adalah salah satu dari
dialek-dialek Bahasa Jawa yang dituturkan di pesisir utara tanah Jawa, yaitu
daerah Jawa Tengah terutama di Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan.
Dialek Pekalongan termasuk bahasa "antara" yang dipergunakan antara
daerah Tegal (bagian barat), Weleri (bagian timur), dan daerah Pegunungan
Kendeng (bagian selatan).
Dialek Pekalongan termasuk dialek Bahasa Jawa yang "sederhana"
namun "komunikatif". Meskipun ada di Jawa Tengah, dialek Pekalongan
berbeda dengan daerah pesisir Jawa lainnya, contohnya Tegal, Weleri/Kendal,
dan Semarang. Namun oleh orang Jogya atau Solo, dialek itu termasuk kasar dan
sulit dimengerti, sementara oleh orang Tegal dianggap termasuk dialek yang
sederajat namun juga sulit dimengerti.
SEJARAH
Pada abad ke-15 hingga abad ke-17, Pekalongan termasuk daerah Kesultanan
Mataram. Awalnya dialek Pekalongan tak berbeda dengan bahasa yang
dipergunakan di daerah Kesultanan Mataram. Namun seterusnya ada zaman di mana
bahasa-bahasa Jawa terutama dialek Pekalongan mulai terlihat berbeda karena
asimilasi dengan budaya lain. DialekPekalongan baku zaman itu tadi sudah tak
digunakan lagi pada dialek Pekalongan zaman sekarang.
Zaman sekarang banyak orang Pekalongan yang bekerja menjadi juragan Batik,
tenun, dan tekstil, dan tetap menggunakan dialek tersebut yang mudah
dimengerti orang Pekalongan sendiri. Adanya para juragan, pedagang juga para
nelayan di daerah kota dan pinggiran Pekalongan, mewujudkan tersebarnya
dialek ini.
CIRI KHAS
Meskipun dialek Pekalongan banyak menggunakan kosakata yang sama dengan
Dialek Tegal, misalnya: bae, nyong, manjing, kaya kuwe, namun pengucapannya
tak begitu "kental" melainkan lebih "datar" dalam
pengucapannya.
Ada lagi perbedaan lainnya, contohnya menggunakan pengucapan: ri, ra, po'o,
ha'ah pok, lha, ye.
Demikian pula adanya istilah yang khas, seperti: Kokuwe artinya
"sepertimu", Tak nDangka'i artinya "aku kira", Jebhul
no'o artinya "ternyata", Lha mbuh artinya "tidak tau",
Ora dermohoartinya "tak sengaja", Wegah ah artinya "tak
mau", Nghang priye artinya "bagaimana", Di Bya bae ra artinya
"dihadapi saja", dan masih banyak lainnya.
CONTOH KALIMAT
DIALEK KOTA
Di bawah ini adalah contoh dialek yang digunakan di Kota Pekalongan. Eratnya
budaya orang Pekalongan dengan budaya Arab dan Tionghoa menambah kosakata dan
dialek di Pekalongan. Biasanya, para keturunan Tionghoa di Pekalongan juga
berbicara dialek Pekalongan yang bercampur dengan bahasa Indonesia.
Dialek Pekalongan: Lha kowe pak ring ndi si?
Bahasa Indonesia: Kamu mau ke mana?
Dialek Pekalongan: Yo wis kokuwe po'o ra
Bahasa Indonesia: Ya sudah begitupun tak apa
Dialek Pekalongan: Tak ndangka'i lanang jebulno'o wadhok
Bahasa Indonesia: Aku kira lelaki ternyata perempuan
Dialek Pekalongan: Wallahi temenan po'o nyong ra ngapusi, yakin (pengaruh
bahasa (Arab)
Bahasa Indonesia: Demi Allah aku tak berdusta, yakin
Dialek Pekalongan: Ya Allah, ke ra mosok ra percoyo si (pengaruh bahasa Arab)
Bahasa Indonesia: Ya Allah, mengapa tak percaya sekali
Dialek Pekalongan: Lha tadi sudah tak bilangke tapi ndak ngerti yo wis
(pengaruh (bahasa Tionghoa)
Bahasa Indonesia: Tadi sudah kukatakan namun tak mengerti ya sudahlah
Dialek Pekalongan: mbok diambilke (pengaruh bahasa Tionghoa)
Bahasa Indonesia: Tolong ambilkan
DIALEK LUAR KOTA
Penggunaan dialek Pekalongan di daerah agak pinggir dari daerah kota, ada
perbedaan sedikit pada pengucapannya. Banyak huruf vokal dan konsonan yang
diucapkan agak "kental", umumnya dengan penambahan huruf
"h" dalam pengucapannya. Bentuk dialek ini dipergunakan di daerah
Batang (di bagian timur), Pemalang/Wiradesa (di bagian barat),
sertaBandar/Kajen (di bagian selatan).
CONTOH:
Kata banyu (air) diucapkan benhyu
Kata Iwan (nama) diucapkan I-whan
Kata bali (pulang) diucapkan bhelhi
"Brahim" (nama: Ibrahim) diucapkan Brehiim
Contoh kalimat:
Wis ho, nyong pak bhelhi ndikik (Sudah ya, aku akan pulang dahulu)
Sumber : wikipedia.org
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar